Senin, 03 Oktober 2011

MELUKIS PELANGI

Di zaman mahasiswa dulu, ketika kantong sedang tipis-tipisnya ada yang memberitahu kalau tersedia rumah kost 5 kamar dengan tarif termurah. Ternyata setelah mau dilihat, pembawa berita mengatakan kalau 5 kamar isinya kamar mandi semua.

Bila dalam dunia canda saja tidak ada yang seragam, apa lagi dalam rumah sesungguhnya. Serupa tim sepak bola, hidup juga kaya warna. Meminjam bahasa puitik Kahlil Gibran, tatkala manusia bercengkerama dengan kebahagiaan di ruang tamu, kesedihan sedang menunggu di tempat tidur. Kita serumah dengan kebahagiaan dan kesedihan. Keserakahan hanya mau kebahagiaan, kemudian mengenyahkan kesedihan, tidak saja melanggar hukum alam, juga memperpanjang daftar penderitaan.

Dalam bayangan gelap keserakahan, tidak saja kesedihan menjadi awal penderitaan, kebahagiaan pun menjadi bahan penderitaan. Terutama karena selalu dibayangi ketakutan kehilangan kebahagiaan. Mau ditakuti atau tidak, kebahagiaan tidak kekal. Seperti terbitnya matahari, sekeras apa pun manusia menangis, bila waktunya terbit ia akan terbit.

Sadar akan hukum besi perubahan, orang bijaksana melatih diri tidak serakah akan kebahagiaan, tidak kecewa pada kesedihan. Jabatan naik, rezeki membaik tentu saja layak disyukuri. Namun jangan pernah lupa, ia akan berlalu. Diserang penyakit, uang selalu kurang, tentu saja mengundang keprihatinan. Namun jangan lupa, tidak saja dalam kebahagiaan tersedia bimbingan, dalam kesedihan juga ada bimbingan. Penderitaan adalah petunjuk jalan untuk pergi ke tempat bernama rendah hati. Perhatikan manusia-manusia agung, semuanya berjumpa kerendahatian.

Yang sudah sampai di sini berpesan, temukan kebahagiaan yang tersembunyi di balik penderitaan. Namun ini lebih mudah ditemukan oleh orang yang trampil melukis pelangi. Indah karena dibentuk oleh berbagai warna yang berbeda: kebahagiaan-kesedihan, sukses-gagal, dipuji-dicaci. Dan modal terpenting yang mempermudah tugas ini bernama compassion (kasih sayang).

Perhatikan pendapat seorang guru meditasi: “Like iron transformed into gold, the alchemy of compassion transforms samsaric actions into happiness”. Seperti petapa yang bisa merubah besi menjadi emas, kasih sayang bisa merubah penderitaan menjadi keagungan. Memancarkan kasih sayang ketika bahagia, semua orang bisa. Namun berbagi kebahagiaan ketika dicaci, hanya manusia mengagumkan yang bisa melaksanakannya.

Bermodalkan kemampuan melukis pelangi di dalam diri, kemudian baru mungkin lahir kecermatan melukis pelangi di luar diri. Jangankan perbedaan antarnegara, dalam keluarga kecil pun perbedaan ada. Bila isterinya cerewet biasanya suaminya pendiam. Atasan yang pemarah merindukan asisten yang penyabar. Pemilik yang mata duitan memerlukan pengimbang berupa pemimpin peduli.

Ini tidak saja hukum alam dan bahan-bahan keberhasilan, namun juga jalan-jalan kesempurnaan. Perhatikan alam sebagai wakil kesempurnaan. Pertama, ia senantiasa berubah. Kedua, alam melukis keindahan melalui berlimpah perbedaan dari laut, gunung, sungai, danau. Ketiga, ia menjadi sumber berkah sekaligus musibah.

Kehidupan juga serupa. Ia tidak kekal, dibentuk hal-hal berbeda, sekaligus berisi berkah dan musibah. Dan di tangan-tangan yang trampil melukis pelangi, semuanya dibingkai menjadi lukisan menawan. Dalam bahasa seorang puteri yang mencintai papanya karena rajin berbagi kasih sayang ke mana-mana: “There must be some one who painting the rainbow daddy!”. Mesti ada yang melukis pelangi. Biar perbedaan tidak selalu bermuara pada pertengkaran.

Cermati pesan Lama Yeshe: “Purification requires a skillful combination of wisdom and compassion”. Penyembuhan, pemurnian lebih mungkin dilakukan oleh mereka yang trampil merangkai kebijaksanaan dan kasih sayang. Kebijaksanaan serupa langit luas yang memayungi semuanya. Kasih sayang seperti bumi yang selalu melayani.

Tidak ada komentar: