Selasa, 05 Februari 2008

GONG XI FA CAI

Menarik jika kita sering mengikuti bagaimana tradisi masyarakat Thionghoa yang hidup di manapun dia tinggal. Tradisi nenek moyang yang berupa pernak-pernik menyambut tahun baru mereka sangat dipegang teguh. Segala sesuatunya dipersiapkan secara detail. Ada kue kranjang sebagai salah satu makanan yang khusus ada jika tahun baru imlek datang. Bagaimana mereka juga menyiapkan angpao yang akan dibagikan ke kerabat dekat atau ke orang-orang yang membutuhkan. Kesenian barongsai merupakan hal wajib yang tidak boleh tidak ada. Sembahyang di klenteng juga banyak sekali ritual yang mereka lakukan, mulai dari bakar dupa, bakar uang-uangan dari kertas khusus untuk menghormat dewa dewi (ada dewa bumi, dewa langit, dewi Kwan Im, dsb), menyediakan lilin yang sudah diberi nama dengan ukuran yang amat besar (bahkan harganya ada yang sampai jutaan rupiah), serta ritual lain yang penulis sendiri tidak tahu. Tidak hanya itu ketika malam tahun baru imlek juga tidak boleh menyapu lantai rumah dengan maksud agar rejekinya tidak banyak yang hilang. Kemudian ada lagi ritual untuk membuang ci swak (sengkala/halangan) dengan melepas burung, kura-kura, atau hewan lain. Ah....pokoknya banyak sekali ritual yang mereka lakukan. Namun yang perlu kita ambil hikmahnya dari itu semua adalah mereka melakukannya tidak dalam rangka hura-hura semata, tetapi lebih pada pengabdian hambanya terhadap Sang Pencipta serta penghormatan anak cucu terhadap leluhurnya yang telah meninggal.

Yang tidak kalah menarik di tuhun baru imlek mesti banyak sekali ahli hong shui, feng shui dsb yang kemudian menerawang dengan mata batin dan logikanya bagaimana tahun yang akan datang itu harus dijalani, dan masyarakat Thionghoa rata percaya betul terhadap apa yang diprediksikan itu, meskipun orang tersebut sudah sangat modern. Ini yang mungkin kita ambil sisi positifnya. Kita sebagai orang jawa yang mengaku modern dengan santainya banyak sekali telah meninggalkan kebudayaan jawa yang sebenarnya adiluhung dan sesuai dengan perkembangan jaman. Contoh kecil saja banyak dari kita yang sudah tidak bisa mambaca huruf jawa, dan masih banyak contoh yang lain (kalau saya tulis malah akan menjadi malu sendiri kita). Mereka tidak demikian dimanapun mereka berada di belahan bumi ini mereka masih sangat menjunjung tinggi tradisi nenek moyang mereka.

Satu hal lagi jika pada tahun baru imlek sudah dapat dipastikan akan turun hujan. Hal ini menurut kepercayaan sebagai pertanda baik bagi keberuntungan mereka (masyarakat thionghoa). Baik itu dalam karir, jodoh, rezki, maupun hal positif yang lain.

Tahun ini menurut mereka adalah Tahun Tikus dengan Unsur Tanah. Memang binatang itu kecil secara fisik, tapi sebenarnya ia punya daya besar. Ia juga hewan yang licik. Lihat saja, ia suka mengobrak-abrik sesuatu tanpa merasa bersalah. So...apakah sifat itu akan berpengaruh di sepanjang tahun ini...? Hanya Allah yang tahu. Namun semoga tidak.

Selain dari itu ada dua falsafah yang menarik bagi penulis. Yang pertama bahwa warga Thionghoa mepunyai simbol Naga Yang Melingkari Dunia. Artinya mereka punya prinsip, dengan sumber daya manusia yang jumlahnya sampai tahun ini sudah diatas 1 Milyar, maka mereka harus mampu keluar dari negara asal dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Tidak hanya itu, naga mempunyai kuku yang tajam sehingga dimanapun dia berada dia akan punya pengaruh yang kuat. Di Indonesia yang menguasai perekonomian adalah warga thionghoa (yang lebih konkret di Magelang hampir semua pabik besar adalah milik mereka, pertokoan, dan bidang perekonomian lain adalah milik mereka). Kita pribumi hanya kebagian yang sedikit saja, tapi kita tetap diam, karena kita lebih memilih falsafah Diam Itu Emas. Falsafah yang kedua adalah sebuh kalimat “Gunung Tidak Perlu Tinggi Yang Penting Ada Dewanya, Sungai Tidak Perlu Dalam Yang Penting Ada Naganya”. Untuk falsafah ini ada kandungan makna yang sangat mendalam (nah....ini tugas pembaca untuk mencari sendiri makna tersebut).

Sama seperti tahun-tahun baru lain baik itu tahun baru Masehi ataupun tahun baru Islam yang terpenting sebenarnya adalah bagaimana kita mampu mereflksi diri kita sendiri. Apa yang sudah kita lakukan selama satu tahun kemarin? Kekurangan apa yang kita lakukan? Dan rencana apa dalam satu tahun ke depan? Mungkin penulis hanya akan mengingatkan tidak ada salahnya jika di Tahun Baru Imlek ini, kita mengingat do’a Nabi untuk memulai hari tiap harinya (semoga ini dapat menjadi sebagian kecil refleksi diri dan harapan kita selama setahun ke depan). Empat hal yang beliau panjatkan dalam doanya yaitu, permintaan rizki yang halal dan berkah,permintaan ilmu yang manfaat,permintaan diterima amalan-amalannya, serta permintaan diberi keselamatan dan perlindungan. Gong Xi Fa Cai...Gong Xi...Gong Xi.....Gong.

Tidak ada komentar: