Selasa, 05 Februari 2008

The Power of N-Ach

Need for Achievement (disingkat n-ach) atau kebutuhan untuk berprestasi diintrodusir oleh David Mc C Lellant setelah meneliti masalah motivasi sejak tahun 1950-an. Menurut dia, n-ach merupakan “virus” yang bisa dikembangbiakkan dari satu orang ke orang lain.

“Virus” tersebut dapat dikembangbiakkan atau istilah kedokterannya ditularkan misalnya melalui cerita-cerita atau dongeng yang mengandung optimisme tinggi, keberanian mengubah nasib, dan sikap pantang menyerah. Bukannya cerita atau dongeng yang meninabobokkan sehingga kita menjadi terlena dan cenderung menjadi generasi “instant”. Cerita atau dongeng tersebut bisa saja dilakonkan atau dipentaskan dalam bentuk sinetron atau acara di layar televisi, sehingga banyak orang yang kemudian akan terjangkiti “virus” tersebut. Tetapi sayang sinetron-sinetron atau acara yang selama ini beredar di televisi bukanlah sinetron atau acara yang memiliki nilai n-ach yang tinggi, kaluapun ada hanya beberapa acara saja, itupun dengan intensitas yang rendah. Kalau boleh saya sebut acara Kick Andy salah satu contohnya, kita dapat mengambil ide, kreativitas, inspirasi, dan motivasi dari sana (lebih lanjut nantikan tulisan saya tentang acara ini terkait dengan inspirasi dan motivasi)

Dan sayangnya lagi, salah satu problem di negara berkembang termasuk Indonesia adalah rendahnya factor n-ach dalam masyarakat, sehingga semangat untuk mencapai prestasinya pun sangat rendah. Sampel kecilnya adalah populasi di sekolah ini. Saya merasa sudah terlalu banyak memberikan motivasi-motivasi baik lisan mapun tulisan (termasuk tulisan ini), peluang, kesempatan, dan fasilitas-fasilitas lain tetapi masyarakat di komunitas sekolah ini ternyata tidak tergerak untuk memanfaatkannya.

Saya kemudian menyimpulkan bahwa masyarakat di komunitas sekolah ini tergolong “organisme” yang “resistant”, alis kebal, sehingga ketika “virus” semangat untuk berprestasi itu dicoba untuk diinveksikan atau dijangkitkan pada jiwa masyarakat sekolah ini, tetap saja tidak ada respon atau reaksi dari “virus” tersebut. Padahal dosis “virus” yang disebarkan sudah tergolong dosis tinggi dan hanya boleh diresepkan oleh “dokter” spesialis.

So…..seperti tulisan saya di From Zero To Hero, masyarakat di sekolah ini memang lebih senang menjadi pecundang dibandingkan keinginan menjadi pemenang. Padahal saya mengharapkan masyarakat di sekolah ini dapat menjemput masa depan dengan tenang dan penuh kepastian, melalui prestasi-prestasi yang membanggakan.

Saya yakin bahwa masyarakat di sekolah ini sebenarnya punya talenta dan potensi untuk berprestasi, hanya bagaimana saja masyarakat di sekolah ini memanfaatkan talenta dan potensi tersebut secara maksimal.

Sebagai kata akhir di tulisan saya ini. Untuk perumpamaan saya melihat kalian adalah sekelompok elang yang mampu terbang sangat tinggi. Kalian bukan sekelompok ayam. Ayam matinya karena dipotong. Elang matinya karena usia tua setelah terbang tinggi menjelajahi dunia. Sekali lagi, kalian adalah elang bukan ayam. Dan jangan pernah mau menjadi ayam…(kalau dengan kata-kata inipun kalian tidak terjangkiti “virus” n-ach….kalian memang benar-benar orang yang sudah kebal).

Tidak ada komentar: