Rabu, 02 Januari 2008

From Zero To Hero (Part Two)

Dari tulisan saya yang pertama kemarin sudahkah pembaca merenung sejenak, kemudian melakukan suatu tindak lanjut ? Rata-rata orang memang lebih senang berada di zona nyaman. Jarang sekali kita berani keluar dari zona tersebut untuk menjawab tantangan-tantangan yang begitu dinamis di depan kita, sehingga wajar-wajar saja kalau kita berada di kategori manusia yang juga biasa-biasa saja. Dan celakanya kita sudah merasa cukup dengan kondisi sebagai manusia yang biasa-biasa saja tersebut. Toh juga tidak terlalu jelek berada di level yang tengah-tengah, yang lebih rendah masih banyak kok (ini adalah pemikiran mereka yang berkategori manusia biasa untuk menguatkan tekad tetap berada di zona nyaman).
Memang sulit untuk mengubah suatu kebiasaan (baca:kebiasaan jelek) ke arah yang lebih positif. Contoh kecil bagaimana sulitnya mengubah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan, bisa kita buktikan ketika sampai di rumah kemudian kita berganti baju, coba catat tangan mana yang masuk ke lengan baju kita, kanan atau kiri? Ini adalah kebiasaan yang kadang luput dari perhatian kita dan merupakan contoh kecil dari kebiasaan kita, meskipun bukan merupakan contoh yang jelek. Nyambung lagi ke tangan mana yang kita masukkan? jika yang kiri dulu untuk kemudian akan kita rubah menjadi suatu kebiasaan tangan kanan kita terlebih dahulu yang kita masukkan ke lengan baju, ini butuh pembiasaan dan konsentrasi minimal 4 bulan, begitu juga sebaliknya. Wow...selama itukah? Ya..selama itu, itupun diperlukan komitmen dan latihan serta pembiasaan tiap kali kita ingin berganti baju. Wah lama sekali ? Memang. Mungkin kita tidak pernah membayangkan selama itu sebelumnya. Kemudian pertanyaan susulan berderet antri. Lalu bagaimana dengan kebiasaan malas kita, buang sampah kita yang sembarangan, kebiasaan bangun tidur yang asal-asalan, sikap tidak menghargai waktu, sikap nggak jujur kita, ketidakdisiplinan kita, sikap cengeng dan mudah menyerah kita, dan contoh jelek lainnya? Padahal untuk menjadi seorang hero sangat diperlukan perubahan perilaku yang positif. Terus, jika hanya tangan masuk ke lengan saja butuh 4 bulan dengan komitmen yang tinggi, lalu bagaimana dengan sikap-sikap negatif kita di atas bisa kita rubah? Jawaban ada di benak kita dan bergantung pada nawaitu kita? Jika hasil ulangan harian, mid semester, semesteran atau ujian kalian jelek, itu indikator bahwa kalian memang tidak mau berubah, dan lebih memilih menjadi seorang pengkhianat dari pada seorang hero.
Tidak hanya itu, ternyata dari bagaimana cara pandang kitapun dapat menentukan keberhasilan seseorang. Kasus klasik adalah saat Thomas Alfa Edison gagal pada percobaan yang ke 999 dalam upaya menemukan bola lampu. Seseorang bertanya “Bukankah ini sangat memaluka, karena anda telah gagal 999 kali?” Jawab Edison, “Saya tidak gagal 999 kali. Saya justru telah berhasil menemukan 999 cara yang tidak bisa dipakai dalam proses pembuatan bola lampu” Dan pada percobaan yang ke-1000 ia berhasil. Jadi ini semua tergantung pada cara kita memandang.
Selain cara pandang di atas kesuksesan tidak dapat kita raih karena kita tidak mau belajar dari lingkungan.Jika kita meminjam istilahnya Tukul Arwana, pada prinsipnya hampir semua manusia (kecuali penulis...) senang melihat orang susah, dan paling susah melihat orang senang. Ketika kita melihat ada orang sukses di sekitar kita,kita iri, kemudian kita kumpul ramai-ramai, dan ujung-ujungnya gosip sana sini. Oh...Dia sukses kan karena ini, karena itu (tentunya komentar yang negatif). Tanpa kita mau belajar mengapa dia sukses. Mungkin ketika kita asyik nonton TV, dia masih asyik bekerja keras, mungkin ketika kita tertidur nyenyak, dia sudah bangun lebih awal bertahajut memanjatkan doa berkomunikasi dengan Yang Kuasa. Mungkin ketika kita lagi santai-santai saja tanpa aktivitas dia belajar keras, mungkin ketika kita tidak punya jadwal kegiatan yang jelas, dia sudah punya serangkaian susunan rencana yang jelas agenda kegiatan hari itu yang tertuang dalam time schedul. Pendek kata ketika kita melakukan kegiatan yang biasa-biasa saja, dia melakukan kegiatan yang sudah terencana dan melaksanakannya dengan luar biasa.
Sebagai simpulan dari tulisan kali ini, sebenarnya untuk menjadi seorang hero tidaklah harus maju ke medan perang membawa senjata lengkap. Setiap orang dapat menjadi hero minimal bagi dirinya sendiri. Sebagai indikatornya adalah apakah kita sudah bangga pada diri kita sendiri ? Apakah kita sudah mampu berbuat yang terbaik? Seorang hero atau orang yang sukses tidak harus mereka yang punya duit banyak dengan rumah dan mobil mewah, tetapi lebih pada apakah kita sudah dapat dibanggakan oleh keluarga, masyarakat, negara, dan agama? Apakah kita sudah punya manfaat bagi keluarga, masyarakat, negara, dan agama? Apakah kita sudah punya arti dan prestasi dalam hidup ini? Perlu tekad yang kuat untuk mewujudkan itu semua disertai dengan niat untuk mau berubah. Dalam sebuah lagu ilir-ilir ada kata-kata mumpung gede rembulane mumpung jembar kalanganne ini mengandung arti, ketika masih ada kesempatan yang seluas-luasnya pergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Janganlah merasa sampai ke tujuan, sementara kita masih jalan di tempat.
Stop global warming !..........taufik31@gmail.com

Tidak ada komentar: